Selasa, 13 Desember 2011

nilah Asal Usul Kata "BUSYET"


“Busyet dah ! Gua lupa !” seorang teman mengungkapkan ekspresinya ketika telepon genggamnya tertinggal. Sebuah ungkapan yang umum ditelinga kita, terutama bagi orang Betawi atau mereka yang tinggal di Jakarta.

Mungkin anda sering pula mendengar istilah tersebut. Busyet, buset, atau kadang ada orang Betawi pinggiran yang menyingkatnya menjadi ‘Et dah’ atau ‘et deh’. Sebenarnya semuanya sama, hanya kadang berbeda pengucapannya.
 

Penyebutan kata ‘busyet’ atau ‘buset’ maupun singkatan kata ‘et dah’ saat ini sebenarnya rancu. Kerancuan penyebutan kata tersebut dapat dimaklumi karena ketidaktahuan latar belakang sejarahnya. ‘Busyet’, saya akan mengambil satu kata ini dalam tulisan berikut.
 
Kekeliruan yang terjadi

Kata busyet saat ini bermetamorfosis menjadi sebuah ungkapan keterkejutan. Kata ‘busyet’ sama seperti kata ‘alamak’, ‘alamak jan’, ‘aduh’, atau ‘astagfirullah’.
 

Dalam masyarakat, penggunaan kata-kata ini menjadi sama maksudnya. Padahal terjadi kekeliruan atau kurang tepat penggunaannya. Seperti kata ‘aduh’ yang seharusnya menggambarkan ‘rasa sakit’. Dalam komunikasi verbal, kata aduh digunakan seperti dalam kalimat, “Aduh, tas saya tertinggal !”. Padahal ketinggalan tas tidak menyebabkan rasa sakit bukan ? Nah, kira-kira seperti itulah kekeliruan verbal yang akhirnya diadopsi dalam budaya tulisan.
 
Sejarah ‘Busyet’

Lalu ungkapan apa yang tepat untuk penggunaan kata Busyet ? Untuk mengetahui kalimat atau ungkapan yang tepat untuk kata ‘busyet’ kita harus tahu sejarahnya terlebih dahulu. Terus terang, sebagian besar orang Betawi sendiri tidak tahu sejarah kata ini. Saya saja mengetahui sejarahnya dari cerita almarhum paman. Untuk mengetahui apakah cerita paman dapat diyakini kebenarannya, mungkin perlu diadakan penelitian sendiri oleh ahli bahasa atau pemerhati budaya Betawi. Dari hasil pencarian di google, “sejarah kata busyet atau buset”, tidak ada yang menceritakan asal usul kata tersebut.
 

Busyet atau Buset berasal dari kata ‘Abu Said’. Aneh bukan ? Ternyata ‘Busyet’ atau ‘buset’ awalnya adalah nama seseorang. Lalu siapakah Abu Said ini dan kenapa berubah menjadi ‘busyet’ ?
 

Menurut cerita paman, dahulu ada seorang dukun yang sangat terkenal di daerah Bogor bernama Abu Said. Abu Said ini dukun sakti yang dapat mengobati berbagai macam penyakit. Banyak orang yang sakit berobat kepadanya dan dengan bantuannya akhirnya penyakitnya bisa sembuh. Karena kesaktiannya yang luar biasa, banyak orang yang percaya, jika sakit hanya menyebutkan namanya saja, maka penyakitnya akan sembuh. Kepercayaan atas kesaktian dukun Abu Said terus diyakini hingga lama setelah sang dukun meninggal.
 

Akhirnya banyak orang yang mengalami musibah berharap sembuh dengan menyebut “Abu Said”. Ketika terjatuh, orang akan berkata “Abu Said” dengan harapan tidak akan terasa sakit. Kata ‘Abu Said’ inilah yang lama kelamaan berubah menjadi, ‘Bu Sait’ - ‘Bu syet’ - ‘bu set’.
 

Jadi awalnya, kata busyet ini digunakan untuk mengungkapkan sebuah musibah, kecelakaan, atau kejadian tertentu yang menyebabkan rasa sakit. Kalimat yang tepat untuk ‘busyet’ adalah ketika orang jatuh lalu dia akan mengucapkan “Buset !” atau “Busyet gua jatuh !”.
 
Termasuk Kata Terlarang

Sebagai orang Betawi, ketika kecil dulu, saya juga sering mengucapkan kata-kata tersebut. Mungkin karena dalam masyarakat kata tersebut umum diucapkan sehingga saya ikut-ikutan. Namun jangan sekali-kali mengucapkan kata tersebut diucapkan di hadapan orang tua. Orang tua saya selalu melarang atau memarahi anak-anaknya yang mengucapkan kata ‘busyet’. Mereka mengancam akan menampar atau memberi cabai mulut anaknya jika terdengar mengucapkan kata tersebut. Pernah suatu kali saya bertanya, kenapa kata tersebut dilarang. Orang tua saya hanya mengatakan bahwa kata tersebut jelek. Bahkan pernah dikatakannya bahwa kata tersebut sama saja memanggil setan. Waktu itu saya berpikir, kata ‘-syet’ adalah kependekan dari syetan. Sayapun takut dan tidak pernah mengucapkan kata busyet.
 

Kata ‘busyet’ di dalam rumah dan keluarga kami merupakan kata jelek, kotor dan terlarang. Namun di dalam pergaulan masyarakat Betawi secara umum masih banyak yang mengucapkannya. Mungkin karena tidak tahu atau tidak dilarang orang tuanya.
 


Masyarakat Betawi secara umum adalah masyarakat yang agamis. Coba saja menagatakan ‘busyet’ di depan orang tua dan guru ngaji, pasti kita dimarahi. Masih untung hanya dimarahi, bahkan ada yang ditampar mulutnya. Ketika saya tahu dari Paman tentang kisah Abu Said dan kata ‘busyet’, barulah saya tahu maksudnya.
 

Mengapa orang tua kami melarang anak-anaknya mengucapkan kata ‘busyet’ ? Ketika kita mengucapkan kata tersebut, artinya kita percaya kepada kesaktian dukun Abu Said. Percaya kepada selain Allah SWT dalam Islam adalah perbuatan syirik. Syirik adalah dosa besar yang sangat terlarang dalam Islam. Nah, inilah kenapa kata tersebut menjadi terlarang.
 

Tulisan ini hanya sebuah informasi penulis berdasarkan cerita orang tua. Tidak ada satupun literatur atau tulisan yang mendasarinya. Jika ada kekeliruan atau sumber lain yang dapat dipercaya, silahkan pembaca menyimpulan pendapatnya. Saya hanya ingin berbagi, karena jika benar ada bahaya besar yang tidak kita sadari.
 

Kian Hari Jakarta Kian Menjadi Kota Yang Super Macet!

Kemacetan lalu lintas sudah menjadi pemandangan lumrah di Jakarta. Salah satu titik kemacetan parah berada di kawasan Matraman/Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (13/12/2011).

Kian Hari Jakarta Super Macet!
Arus lalu lintas di kawasan Jatinegara mengular. Hasan Alhabshy/detikcom.


Kian Hari Jakarta Super Macet!
Kemacetan di sejumlah kawasan di Jakarta ini disebabkan oleh volume kendaraan yang semakin bertambah. Hasan Alhabshy/detikcom.


Kian Hari Jakarta Super Macet!
Arus lalu lintas tampak semrawut. Para pengendara saling memotong jalan ke kanan atau sebaliknya. Hasan Alhabshy/detikcom.


Kian Hari Jakarta Super Macet!
Metromini, mikrolet, pemotor dan mobil pribadi berebut jalur dengan bus TransJakarta. Hasan Alhabshy/detikcom.


Kian Hari Jakarta Super Macet!
Polisi tampak kualahan menangani kemacetan di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur ini. Jika ini didiamkan, maka kendaraan yang berada di jalanan Jakarta terancam tidak akan bisa bergerak. Hasan Alhabshy/detikcom.

Pepesan Ini Bernama Kereta!! Setiap Hari 1000 Penduduk Jakarta Menaruhkan Nyawanya Di Sini !!

Ratusan penumpang kereta listrik tujuan Bogor-Jakarta bergelantungan dan duduk di atas gerbong kereta saat melintas di kawasan Kalibata, Jakarta (12/13). Sistem Lub Line belum efektif memberikan kenyamanan pengguna kereta api. TEMPO/Subekti



Penumpang kereta listrik tujuan Bogor-Jakarta memadati atap gerbong dan bergelantungan di pintu kereta yang melintas di kawasan Kalibata, Jakarta (12/13). Sistem Lub Line belum efektif memberikan kenyamanan pengguna kereta api. TEMPO/Subekti



Penumpang kereta listrik tujuan Bogor-Jakarta bergelantungan di pintu kereta yang melintas di kawasan Kalibata, Jakarta (12/13). Sistem Lub Line belum efektif memberikan kenyamanan pengguna kereta api. TEMPO/Subekti



Sejumlah penumpang kereta listrik memadati atap gerbong tujuan Bogor-Jakarta saat kereta yang ditumpangi melintas di kawasan Kalibata, Jakarta (12/13). Sistem Lub Line belum efektif memberikan kenyamanan pengguna kereta api. TEMPO/Subekti



Seorang anak berdiri di pintu saat kereta yang ditumpanginya memasuki stasiun Kalibata, Jakarta (12/13). Sistem Lub Line belum efektif memberikan kenyamanan pengguna kereta api. TEMPO/Subekti

Wallpaper Memukau yang Dibuat Menggunakan Spidol Permanen

wallpaper ini adalah hasil karya dari seniman Jerman Heike Weber, yang menggunakan spidol permanen untuk menggambar pola indah di lantai dan dinding.
Wallpaper Heike Weber
Instalasi seni yang disebut Utopia ini telah mengubah sebuah apartemen kusam dan suram di Neumünster menjadi sebuah lanskap surealis dengan kedalaman visual dan kompleksitas.
Weber menghasilkan lingkungan tiga-dimensi yang memukau ini dengan menggambar pola aneh pada lembaran kertas, dan kemudian memindahkan pola tersebut ke langit-langit, lantai dan dinding ruangan itu.
Heike Weberpermanent marker Wallpaper
Heike WeberHeike Weber


Piring Langka Dari Zaman Renaisans Dilelang Seharga Rp 5,5 Milliar!

Piring yang satu ini mungkin sesuatu yang harus anda simpan dan jauhkan dari mesin pencuci piring, karena anda tentunya tak ingin memecahkan suatu benda yang berharga lebih dari Rp 5,5 miliar.
Ini merupakan piring dari zaman Renaisans yang langka, dan berhasil terjual di lelang dengan harga 391.250 pound atau Rp 5,535,428,000 milliar.
Piring keramik MaiolicaFrancesco Xanto Avelli
Piring keramik Maiolica ini dibuat oleh seniman Francesco Xanto Avelli, pada tahun 1537 dan ditemukan secara kebetulan.
Xanto Avelli lahir di Italia pada sekitar tahun 1486. Tidak ada yang mengetahui asal-usulnya, pendidikan atau sejarah di tahun-tahun awalnya. Ia diperkirakan bekerja di Urbino sejak tahun 1522 dan bukti arsip mencatat dia bekerja di sana pada tahun 1530.
“Saya telah menunggu 30 tahun untuk melihat piring dengan kualitas seperti ini. Kami memiliki peminat dari seluruh dunia, dan banyak kolektor terbang ke Edinburgh untuk mengikuti lelangnya, serta saluran telepon kami sibuk menerima penawaran.” tutur Celia Curnow, konsultan keramik Lyon & Turnbull yang menjual piring tersebut, yang dikutip Mail Online.
Maoilica adalah jenis keramik yang dilapisi dengan oksida metalik yang cerah. Selama periode Renaisans jenis ini dibuat secara luas di Italia.

Tradisi Kuno Kazakstan Dengan Menerbangkan Pemangsa Udara..


Eagles soar when an ancient tradition comes to life

 
Shamil Zhumatov / Reuters
A hunter releases his tamed golden eagle during an annual hunting 
competition outside Almaty, Kazakhstan Dec. 9, 2011.
 
Shamil Zhumatov / Reuters
A hunter with his tame golden eagle sits on a stage during an annual hunting competition outside Almaty, Kazakhstan on Dec. 9, 2011.
I would love to see these eagles in person. What beautiful creatures.
These hunters are continuing their country's ancient tradition that originated in using eagles to hunt for food. According to the BBC, the Kazakhstan government has been encouraging these eagle hunting competitions actually as a way to help the falcon population, which was facing extinction. The audience the golden eagles attract helps fund a falcon conservation center.
  
Shamil Zhumatov / Reuters
A tame golden eagle is seen during an annual hunting competition outside 
Almaty, Kazakhstan on Dec. 9.
 
A hunter releases his tame golden eagle during an annual hunting competition outside Almaty, Kazakhstan Dec. 9.

Mau Lihat Gerhana Bulan?? Yukk!! langsung aja!


Copyright John Harrison Photography
Photographer John Harrison captured this view of the Dec. 10 total solar eclipse above San Francisco's Golden Gate Bridge. "I went out at sunrise this morning not sure what to expect," he wrote. "What an awesome sight! The blue skies at sunrise with the red moon overhead were just a sight to watch. It was worth the 3 a.m. start to our fun shooting." See more of his portfolio at the John Harrison Photography website.

Alan Boyle writes
Millions of people witnessed today's total lunar eclipse, and that means there were plenty of cameras snapping in the darkness. We've put together this sampling from the photos submitted via FirstPerson, Facebook, Google+ and Twitter.

This was the last total solar eclipse until 2014, but there'll be plenty of other sky phenomena between now and then — including an unusual "diamond ring" annular solar eclipse next May, a Venus transit in June, a total solar eclipse in November, and meteor showers galore. Please keep us in mind whenever you've got a cool picture of the cosmos, and thanks for passing along slick eclipse pics like these: 

 
Humza Mehbub

Humza Mehbub sent this composite image of the lunar eclipse from Lahore, Pakistan. The multiple exposures show Earth's shadow creeping across the moon's disk from 5:30 p.m. to 7:30 p.m. in Lahore, when the eclipse hit its peak.



Anthony Citrano
Anthony Citrano, a fashion photographer from Venice, Calif., captured this pre-dawn view of the eclipse as seen over Malibu and the Santa Monica Mountains. "Before going to bed at 1 a.m. ... I considered setting my alarm to get up and shoot the eclipse," Citrano wrote. "I was feeling quite tired - and lazily decided not to set the alarm. But my subconscious mind was determined, because I nevertheless awoke four hours later. I got out of bed, looked out the window, and it was just starting to go into shadow. I shot a few hand-held shots from my home in Venice - and then hopped in the car and drove the mile or two to the Santa Monica bluffs. This shot is the result. ... Running out the door I didn't notice I was traveling with a nearly-dead battery - and no spares - and this lens is really hard on power. I ran out of juice just after this shot, so I'm glad I got it." To learn more about Citrano's day job, check out his portfolio at Zigzag Lens.


Daniel Fischer
German science writer Daniel Fischer captured this picture of the total eclipse during a trip to Ranihet, India. "Took a lot of pictures with different settings, as a guide for the next total lunar eclipse - which, unfortunately, is now 3 years away." For more, check out Fischer's Twitpic gallery and his Cosmic Mirror website.


Michael Zeiler
Cartographer Michael Zeiler sent in this composite photo that captures the last partial stages of the lunar eclipse as seen from Los Alamos, N.M. "Total lunar eclipse began two minutes after sunrise where I live," Zeiler wrote. "I tried to capture a photograph of the selenelion, but missed it by a couple of minutes." Zeiler's website is the aptly named Eclipse-Maps.com, and he has produced charts for the May annular solar eclipse as well as the November total solar eclipse. "My map of the transit of Venus is on page 70 of the January 2012 Sky and Telescope," he says.


Jim Werle
The lunar eclipse competes with the bright lights of Las Vegas in this photo from Jim Werle.


JoAnne and Michael Schnyder
JoAnne and Michael Schnyder sent this picture of the partial eclipse from Cape Verde, Ariz. This was the view at 6:45 a.m. MT, at a stage when Earth's shadow hadn't yet completely covered the moon's disk but you could already make out the reddish eclipse glow.


Adam Gray
For some observers in the western U.S., the eclipse provided the seemingly impossible opportunity to catch the sunrise and the moonset simultaneously - a phenomenon known as "selenelion." Adam Gray sent in these two photos that show the brightening sunrise sky in the east and the darkening moon in the west. "The marine layer started to roll in right at about the time of totality," Gray wrote.

Ini Dia Burung Yang Berbulu Halus ???




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...